I. Pendahuluan
Selaras dengan tuntutan kompetensi yang harus dimiliki guru (kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesi),
pengembangan bahan ajar (materi pembelajaran) dan media merupakan salah satu
kewajiban yang diemban guru untuk mengembangkan kompetensi yang dimiliki, pada
gilirannya dapat meningkatkan eksistensinya sebagai guru yang
profesional.
Permasalahan lain yang ada sekarang ini adalah pemahaman guru yang
bervariasi tentang KTSP. Perbedaan pemahaman akan berdampak pada penjabaran
kemampuan-kemampuan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar sehingga
berakibat makin lebarnya variasi terhadap pemahaman dalam pengembangan bahan
ajar dan media pembelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.
Pemilihan bahan ajar dan media pembelajaran terkait erat dengan
pengembangan silabus, yang di dalamnya terdapat standar kompetensi dan
kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, metoda, evaluasi dan
sumber. Selaras dengan pengembangan silabus maka materi pembelajaran yang akan
dikembangkan sudah semestinya tetap memperhatikan pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar, kesesuaian dengan materi pokok yang diajarkan,
mendukung pengalaman belajar, ketepatan metoda dan media pembelajaran, dan
sesuai dengan indikator untuk mengembangkan asesmen.
Pedoman pengembangan bahan ajar dan media pembelajaran ini merupakan
rambu-rambu yang perlu diperhatikan ketika mengembangkan bahan ajar dan media
pembelajaran. Sejumlah manfaat yang dapat dipetik dari pedoman pengembangan
bahan ajar dan media pembelajaran ini bagi para pengembang bahan ajar dan
media pembelajaran (dalam hal ini adalah guru) di antaranya adalah untuk:
1) memperoleh gambaran tentang cara menganalisis bahan ajar
dan media yang akan diajarkan;
2) memperoleh gambaran tentang cara-cara analisis pedagogik
yang akan diterapkan dalam pembelajaran;
3) dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengelola bahan
ajar dan media pembelajaran;
4) lebih kritis menyesuaikan bahan ajar dan media yang
dikembangkannya dengan karakteristik siswa;
5) dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengembangkan
kurikulum sekolah;
6) berpeluang menjadi guru yang profesional terkait
dengan kompetensi pedagogis, kompetensi profesi, kompetensi kepribadian, dan
kompetensi sosial.
II. Pengertian Bahan Ajar (Materi Pembelajaran)
Materi pembelajaran terdiri dari
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dikembangkan berdasarkan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD)
pada standar isi yang harus dipelajari oleh siswa dalam rangka mencapai
kompetensi yang telah ditentukan.
Contoh sederhana materi pembelajaran adalah sebagai berikut.
Untuk Kompetensi Dasar (KD) 6.1: Mengidentifikasi
ciri-ciri makhluk hidup. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan KD ini
meliputi ciri-ciri makhluk hidup, yakni bergerak, tumbuh dan berkembang,
bernafas, membutuhkan makan, peka terhadap rangsangan, mengeluarkan zat sisa
dan berkembang biak. Namun, seberapa dalam dan seberapa luas materi
pembelajaran ini untuk siswa kita, dari mana saja sumber materi pembelajaran
ini dapat kita peroleh, dan bagaimana mengemas materi pembelajaran ini, tentu
saja memerlukan pemahaman yang lebih dalam tentang pengembangan materi
pembelajaran.
A.
Isi Materi Pembelajaran
1. Pengetahuan sebagai Materi Pembelajaran
Isi materi pembelajaran yang berupa pengetahuan meliputi fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur. Kadang-kadang kita sulit memberi pengertian pada
keempat materi pembelajaran tersebut. Oleh sebab itu, perhatikan
perbedaan-perbedaan pada tabel kualifikasi isi materi pembelajaran di bawah
ini.
Tabel 1.
Klasifikasi isi materi pembelajaran dalam ranah pengetahuan
No
|
Jenis
|
Pengertian
|
1
|
Fakta
|
Mudah dilihat, menyebutkan nama, jumlah, dan bagian-bagiannya.
Contoh:
Negara
RI merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945; Seminggu ada 7 hari; Ibu kota Negara
RI Jakarta; Ujung Pandang terletak di Sulawesi Selatan.
|
2
|
Konsep
|
Definisi, identifikasi, klasifikasi, ciri-ciri khusus
Contoh:
Hukum
ialah peraturan yang harus dipatuh-taati, dan jika dilanggar dikenai sanksi
berupa denda atau pidana.
|
3
|
Prinsip
|
Penerapan dalil, hukum, rumus, (diawali dengan jika ….,
maka …. )
Contoh:
a.
Hukum permintaan dan penawaran (Jika penawaran tetap
permintaan naik, maka harga akan naik).
|
4
|
Prosedur
|
Bagan arus atau bagan alur (flowchart),
alogaritma langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut
Contoh:
Langkah-langkah
menjumlahkan pecahan ialah:
1.
Menyamakan
penyebut
2.
Menjumlahkan
pembilang dengan dengan pembilang dari penyebut yang telah disamakan.
3.
Menuliskan
dalam bentuk pecahan hasil penjumlahan pembilang dan penyebut yang telah
disamakan.
|
2.
Keterampilan sebagai Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan antara lain
kemampuan mengembangkan ide, memilih, menggunakan bahan, menggunakan peralatan,
dan teknik kerja. Ditinjau dari level terampilnya seseorang, aspek keterampilan
dapat dibedakan menjadi gerak awal, semi rutin, dan rutin (terampil). Keterampilan
perlu disesuaikan dengan kebutuhan siswa/peserta didik dengan memperhatikan
aspek bakat, minat, dan harapan siswa itu agar mampu mencapai penguasaan
keterampilan bekerja (pre – vocational skill) yang secara integral
ditunjang oleh keterampilan hidup (life skill).
3. Sikap
atau Nilai sebagai Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang tergolong sikap atau nilai adalah materi yang
berkenaan dengan sikap ilmiah, antara lain:
a) Nilai–nilai kebersamaan, mampu bekerja berkelompok dengan
orang lain yang berbeda suku, agama, dan strata sosial;
b) Nilai kejujuran, mampu jujur dalam melaksanakan
observasi, eksperimen, tidak memanipulasi data hasil pengamatannya;
c) Nilai kasih sayang, tak membeda-bedakan orang lain yang
mempunyai karakter sama dan kemampuan sosial ekonomi yang berbeda semua
sama-sama makhluk Tuhan;
d) Tolong menolong, mau membantu orang lain yang membutuhkan
tanpa meminta dan mengharapkan imbalan apapun;
e) Semangat dan minat belajar, mempunyai semangat, minat,
dan rasa ingin tahu;
f) Semangat bekerja, mempunyai rasa untuk bekerja
keras, belajar dengan giat;
g) Mau menerima pendapat orang lain bersikap legowo, mau di
kritik, menyadari kesalahannya sehingga saran dari teman /orang lain dapat
diterima dan tidak sakit hati.
III. Prinsip-Prinsip Pengembangan Materi pembelajaran
A. Prinsip
Ada sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan materi
pembelajaran atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip yang dimaksud meliputi prinsip
relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran
hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian
standar kompetensi, kompetensi dasar dan standar isi. Sebagai contoh, jika kompetensi
yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran
yang diajarkan harus berupa fakta.
Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa satu macam, maka materi pembelajaran yang harus
diajarkan juga harus meliputi satu macam. Misalnya Kompetensi Dasar 6.3
Mendeskripsikan keragaman pada sistem organisasi kehidupan mulai dari
tingkat sel sampai organisme, maka kompetensi yang harus dimiliki siswa
adalah kemampuan mendeskripsikan
keragaman pada sistem organisasi kehidupan mulai dari tingkat sel sampai
organisme. Dalam hal ini meliputi kemampuan melihat keragaman tingkat seluler
(misalkan membedakan antara sel hewan dan tumbuhan), keragaman jaringan pada
hewan dan tumbuhan (membedakan perbedaan macam jaringan yang dimiliki sel hewan
dan tumbuhan), begitu juga dengan kemampuan untuk mendeskripsikan macam-macam
organ pada tumbuhan dan hewan yang akan menyusun suatu organisme.
Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya
cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.
Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika
terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga
yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
B. Cakupan dan
Urutan Materi pembelajaran
Masalah cakupan atau ruang lingkup, kedalaman, dan urutan penyampaian
materi pembelajaran penting diperhatikan. Ketepatan dalam menentukan cakupan,
ruang lingkup, dan kedalaman materi pembelajaran akan menghindarkan guru dari
mengajarkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu dangkal atau terlalu
mendalam. Ketepatan urutan penyajian (sequencing) akan memudahkan bagi
siswa mempelajari materi pembelajaran.
1. Cakupan materi
pembelajaran
Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran perlu
memperhatikan beberapa aspek, yaitu:
a) aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur);
b) aspek afektif; dan
c) aspek psikomotorik.
Selain memperhatikan jenis materi pembelajaran juga harus memperhatikan
prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi
pembelajaran yang menyangkut
a) keluasan materi, adalah menggambarkan berapa banyak
materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran; dan
b) kedalaman materi, adalah seberapa detail konsep-konsep
yang harus dipelajari/dikuasai oleh siswa.
Sebagai contoh, proses fotosintesis dapat diajarkan di SD, SMP, dan SMA,
juga di perguruan tinggi, namun keluasan dan kedalaman pada setiap jenjang
pendidikan tersebut akan berbeda-beda. Semakin tinggi jenjang pendidikan akan
semakin luas cakupan aspek proses fotosintesis yang dipelajari dan semakin
detail pula setiap aspek yang dipelajari. Di SD dan SMP aspek kimia dipelajari
terbatas tanpa mempelajari reaksi kimianya. Di SMA reaksi-reaksi kimia mulai
dipelajari, dan di perguruan tinggi reaksi kimia dari proses fotosintesis
semakin diperdalam.
Cukup tidaknya aspek materi dari suatu materi pembelajaran akan sangat
membantu tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Misalnya, jika suatu pelajaran dimaksudkan untuk memberikan kemampuan kepada
siswa tentang ekosistem, maka uraian materinya mencakup penguasaan atas: (1)
konsep-konsep/pengertian dalam ekosistem; (2) komponen-komponen ekosistem;
dan (3) penerapan pengetahuan tentang ekosistem untuk kesejahteraan manusia.
2. Penentuan
urutan materi pembelajaran
Urutan penyajian (sequencing) materi pembelajaran sangat
penting. Tanpa urutan yang tepat, akan menyulitkan siswa dalam mempelajarinya,
terutama untuk materi yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan
menyulitkan siswa dalam mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami kesulitan mempelajari perkalian
jika materi penjumlahan belum dipelajari. Siswa akan mengalami kesulitan
membagi jika materi pengurangan belum dipelajari.
Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya
dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok, yaitu: pendekatan prosedural dan
hierarkis.
a. Pendekatan prosedural
Urutan materi
pembelajaran secara prosedural yang menggambarkan langkah-langkah secara urut
sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya Misalnya
langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoperasikan peralatan kamera
video.
b. Pendekatan hierarkis
Urutan materi pembelajaran secara hierarkis menggambarkan urutan
yang bersifat berjenjang dari mudah ke sulit, atau dari yang sederhana ke yang
kompleks.
Contoh urutan hierarkis
(berjenjang):
Soal ceritera
tentang perhitungan laba rugi dalam jual beli Agar siswa mampu menghitung laba
atau rugi dalam jual beli (penerapan rumus/dalil), siswa terlebih dahulu harus
mempelajari konsep/pengertian laba, rugi, penjualan, pembelian, modal dasar
(penguasaan konsep). Setelah itu siswa perlu mempelajari rumus/dalil menghitung
laba, dan rugi (penguasaan dalil). Selanjutnya siswa menerapkan dalil atau
prinsip jual beli (penguasaan penerapan dalil).
IV. Langkah-Langkah Pengembangan Materi
Pembelajaran
Sebelum
melaksanakan pemilihan materi pembelajaran, terlebih dahulu perlu diketahui
kriteria pemilihan materi pembelajaran. Kriteria pokok pemilihan materi
pembelajaran adalah standar kompetensi lulusan, standar kompetensi, dan
kompetensi dasar. Hal ini berarti bahwa materi pembelajaran yang dipilih untuk
diajarkan oleh guru di satu pihak dan harus dipelajari siswa di lain pihak
hendaknya berisikan materi pembelajaran yang benar-benar menunjang tercapainya
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dengan kata lain, pemilihan materi
pembelajaran haruslah mengacu atau merujuk pada standar kompetensi.
Setelah diketahui kriteria pemilihan materi pembelajaran, sampailah kita pada
langkah-langkah pengembangan materi pembelajaran. Secara garis besar
langkah-langkah pengembangan materi pembelajaran meliputi:
1) mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan atau rujukan pengembangan
materi pembelajaran;
2) mengidentifikasi jenis-jenis materi materi pembelajaran;
3) memilih materi pembelajaran yang sesuai atau
relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
teridentifikasi tadi; dan
4) memilih sumber materi pembelajaran dan selanjutnya
mengemas materi pembelajaran tersebut.
Secara lengkap, langkah-langkah pengembangan materi pembelajaran dapat
dijelaskan sebagai berikut.
A. Mengidentifikasi
aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar
Sebelum menentukan materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi
aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau
dikuasai siswa. Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar
kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam
kegiatan pembelajaran. Perlu ditentukan apakah standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dipelajari siswa termasuk aspek atau ranah:
1. Kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
sintesis, analisis, dan penilaian.
2. Psikomotorik yang meliputi gerak awal, semi rutin, dan
rutin.
3. Afektif yang meliputi pemberian respon, apresiasi,
penilaian, dan internalisasi.
Setiap aspek standar kompetensi tersebut memerlukan materi pembelajaran
atau materi pembelajaran yang berbeda-beda untuk membantu pencapaiannya.
B. Mengidentifikasi jenis-jenis materi pembelajaran
Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi pembelajaran
juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi
menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur, seperti telah
diuraikan di depan.
C. Memilih jenis materi yang sesuai atau relevan dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar
Pemilihan jenis materi harus disesuaikan dengan kompetensi dasar dan
standar kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu, perlu diperhatikan pula
jumlah atau ruang lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah siswa dalam
mencapai standar kompetensi. Sebagaimana disebutkan di point B di atas, materi
yang akan diajarkan perlu diidentifikasi apakah termasuk jenis
fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih daripada
satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi yang akan
diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara mengajarkannya.
Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya,
sebab setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi pembelajaran atau
metode, media, dan sistem evaluasi/penilaian yang berbeda-beda. Misalnya metode
mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah dengan menggunakan “jembatan
keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics), sedangkan metode untuk
mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pembelajaran yang akan
diajarkan adalah dengan jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa.
Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui apakah materi
yang harus kita ajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, aspek sikap,
atau psikomotorik. Berikut adalah pertanyaan-pertanyaan penuntun untuk
mengidentifikasi jenis materi pembelajaran
D. Memilih sumber materi pembelajaran
1. Sumber Materi pembelajaran
Setelah jenis
materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber materi
pembelajaran. Materi pembelajaran atau materi pembelajaran dapat kita temukan
dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet,
media audiovisual, dan sebagainya.
- Buku teks
Buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit dapat dipilih untuk
digunakan sebagai sumber materi pembelajaran. Buku teks yang digunakan sebagai
sumber materi pembelajaran untuk suatu jenis matapelajaran tidak harus hanya satu
jenis, apa lagi hanya berasal dari satu pengarang atau penerbit. Gunakan
sebanyak mungkin buku teks agar dapat diperoleh wawasan yang luas.
- Laporan hasil penelitian
Laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh
para peneliti sangat berguna untuk mendapatkan sumber materi pembelajaran yang
atual atau mutakhir.
- Jurnal (penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah)
Penerbitan berkala yang berisikan hasil penelitian atau hasil pemikiran
sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai sumber materi pembelajaran.
Jurnal-jurnal tersebut berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari
para ahli di bidangnya masing-masing yang telah dikaji kebenarannya.
d. Pakar bidang studi
Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber materi
pembelajaran. Pakar tadi dapat dimintai konsultasi mengenai kebenaran materi
atau materi pembelajaran, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dan sebagainya.
- Profesional
Kalangan professional adalah orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu.
Kalangan perbankan misalnya tentu ahli di bidang ekonomi dan keuangan.
Sehubungan dengan itu materi pembelajaran yang berkenaan dengan eknomi dan
keuangan dapat ditanyakan pada orang-orang yang bekerja di perbankan.
- Standar Isi
Standar ini penting untuk digunakan sebagai sumber materi pembelajaran,
karena berdasar itulah SKL, SK, dan KD dapat ditemukan.
- Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan
Penerbitan berkala seperti Koran banyak berisikan informasi yang berkenaan
dengan materi pembelajaran suatu matapelajaran. Penyajian dalam koran-koran
atau mingguan menggunakan bahasa popular yang mudah dipahami. Karena itu baik
sekali apa bila penerbitan tersebut digunakan sebagai sumber materi
pembelajaran.
- Internet
Materi pembelajaran dapat pula diperoleh melalui jaringan internet. Di
internet kita dapat memperoleh segala macam sumber materi pembelajaran. Bahkan
satuan pelajaran harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh melalui
internet. Bahan tersebut dapat dicetak atau dikopi.
- Media audiovisual (TV, Video, VCD, kaset audio)
Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula materi pembelajaran untuk
berbagai jenis mata pelajaran. Kita dapat mempelajari gunung berapi, kehidupan
di laut, di hutan belantara melalui siaran televisi.
- Lingkungan ( alam, sosial, seni budaya, teknik, industri, ekonomi)
Berbagai lingkungan seperti lingkungan alam, lingkungan social, lengkungan
seni budaya, teknik, industri, dan lingkungan ekonomi dapat digunakan sebgai
sumber materi pembelajaran. Untuk mempelajari abrasi atau penggerusan pantai,
jenis pasir, gelombang pasang misalnya kita dapat menggunakan lingkungan alam
berupa pantai sebagai sumber.
2. Bahan Pertimbangan Pemilihan Materi pembelajaran
Cakupan
matapelajaran adalah sedemikian luasnya sehingga pemilihan mana-mana yang akan
dipakai sebagai materi pembelajaran yang kita ”sajikan” untuk dipelajari siswa
merupakan keputusan yang relatif sulit, walaupun kita telah berhasil
mengidentifikasikan materi pembelajaran secara global dengan mencermati SK dan
KD seperti yang telah diuraikan di atas. Sebagai contoh, mari kita perhatikan
KD 5.1: menerapkan hukum Newton untuk menjelaskan berbagai peristiwa dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan mencermati KD ini, tampak bahwa materi
pembelajaran inii berupa 3 hukum Newton tentang gerak, dan termasuk
kategori prinsip. Namun, seberapa dalam materi pembelajaran harus
disampaikan kepada siswa? Apakah sampai pada tataran kuantitatif? Kehidupan
sehari-hari seperti apakah yang relevan dengan kehidupan siswa baik sebagai
siswa maupun sebagai generasi muda, dan warga negara?
Setelah
berhasil menemukan materi pembelajaran secara global, berikut ini beberapa
pertimbangan untuk pemilihan rincian materi pembelajaran, diadaptasi dari
Collete dan Chiappetta (1994).
3. Jenis Pengembangan
Terdapat beberapa jenis pengembangan materi pembelajaran, yakni jenis
penyusunan, pengadaptasian, pengadopsian, penerjemahan, dan perevisian. Di dalam istilah hak kekayaan intelektual (HAKI),
pengembangan materi pembelajaran tergolong ke dalam hak cipta yang
kepemilikannya ada pada pencipta. Terdapat beragam jenis ciptaan yang hak
ciptanya dapat dimiliki oleh pencipta, yakni penciptaan baru, penerjemahan,
pengadaptasian, pengaransemenan, pengalihwujudan, pengadopsian. Penciptaan baru
merupakan karya pertama, sedangkan penerjemahan, pengadaptasian,
pengaransemenan, pengalihwujudan, pengadopsian merupakan karya turunan
(derivasi) dari karya pertama.
a.
Penyusunan
Penyusunan merupakan proses pembuatan materi pembelajaran yang dilihat
dari segi hak cipta milik asli si penyusun. Proses penyusunan itu dimulai dari
identifikasi seluruh SK dan KD, menurunkan KD ke dalam indikator, mengidentifikasi
jenis isi materi pembelajaran, mencari sumber-sumber materi pembelajaran,
sampai kepada naskah jadi. Wujudnya dapat berupa modul, lembar kerja, buku, e-book,
diktat, handsout, dan sebagainya.
b.
Pengadaptasian
Pengadaptasian adalah proses pengembangan materi pembelajaran yang didasarkan
atas materi pembelajaran yang sudah ada, baik dari modul, lembar kerja, buku, e-book,
diktat, handout, CD, film, dan sebagainya menjadi materi pembelajaran yang
berbeda dengan karya yang diadaptasi. Misalnya, materi pembelajaran IPA
diadaptasi dari buku teks pelajaran IPA yang telah beredar di pasar (toko buku)
yang disesuaikan dengan kepentingan mengajar guru. Penyesuaian itu dapat didasarkan atas SK dan KD, tingkat
kesulitan, atau tingkat keluasan. Materi pembelajaran yang baru kita buat
diwujudkan ke dalam bentuk modul.
c.
Pengadopsian
Pengadopsian adalah proses mengembangkan materi pembelajaran melalui cara
mengambil gagasan atau bentuk dari suatu karya yang sudah ada sebelumnya.
Misalnya, guru mengadopsi gagasan atau bentuk model buku pelajaran IPA yang
telah dikembangkan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas menjadi materi pembelajaran
IPA yang baru, baik ke dalam wujud modul, lembar kerja, buku, e-book, diktat,
handout, dan sebagainya.
d.
Perevisian
Perevisian adalah proses mengembangkan materi pembelajaran melalui cara memperbaiki
atas karya yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, seorang guru IPA telah menulis
buku pelajaran IPA yang dikembangkan dari Kurikulum 1994. Oleh karena sekarang
kurikulum itu tidak berlaku lagi, buku pelajaran bahasa IPA tersebut tidak
relevan lagi. Guru tersebut kemudian memperbaikinya berdasarkan standar isi
yang sekarang digunakan.
e.
Penerjemahan
Penerjemahan merupakan proses pengalihan bahasa suatu buku dari yang awalnya
berbahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya ada buku berjudul ”Science
Interaction” yang dipandang cocok untuk pembelajaran IPA. Buku tersebut
berbahasa Inggris, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
4.
Pengemasan Materi Pembelajaran, Hak Cipta, dan Penjiplakan
Setelah berhasil
mengidentifikasi materi pembelajaran dan memilih sumber materi pembelajaran,
langkah selanjutnya adalah memutuskan dalam bentuk apa materi pembelajaran
tersebut disajikan kepada siswa. Penyajian materi pembelajaran ini terentang
mulai dari penyajian langsung dari sumber belajar (misalnya buku terbitan
tertentu, koran, majalah, dan lain-lain) hingga penyajian dalam bentuk materi
pembelajaran yang dikemas oleh guru (misalnya berupa hand out, diktat,
buku, LKS, atau petunjuk praktikum). Petunjuk tentang pengemasan materi
pembelajaran yang dikembangkan guru dapat dilihat pada seksi selanjutnya,
sedangkan uraian dibawah ini difokuskan pada beberapa pertimbangan apabila
pengemasan materi pembelajaran tersebut tidak sekedar dipakai siswa pada
sekolah Anda, namun untuk dicetak dan dikomersialkan, dalam hal ini kita akan
berkaitan erat dengan hak cipta.
Berikut ini adalah
uraian tentang hak cipta, dikutip dari http://id.wikipedia.org/. Hak cipta (lambang internasional: ©)
adalah hak eksklusif (yang diberikan oleh pemerintah) untuk mengatur
penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak
cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat
juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah
atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu
yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya
cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak
kekayaan intelektual, namun hak cipta
berbeda secara mencolok dari hak
kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan
hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Di Indonesia, masalah hak
cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat
ini, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku" (Pasal 1 Butir 1).
Menurut Pasal 12
UU No 19 tahun 2002, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup buku, Program Komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lain; ceramah, kuliah, pidato, dan [c]iptaan lain yang sejenis dengan
itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, dan pantomim; seni rupa dalam segala bentuk seperti
seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase,
dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi; sinematografi;
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
Penjiplakan atau
plagiat (plagiarism) adalah meminjam ide atau kata-kata (tulisan) dari
orang lain dan menyajikan hal tersebut sebagai miliknya. Dalam dunia akademis,
penjiplakan setara dengan pemalsuan data ilmiah. Tentu saja hal ini merusak
tujuan pendidikan dengan melakukan penipuan terhadap pembaca, dan hal ini
sangat tidak mendidik siswa. Untuk menghindari penjiplakan, Anda hanya diminta
memberi penghargaan kepada orang yang idenya Anda pinjam, dengan cara sebagai
berikut:
a) cantumkan sumbernya dalam daftar pustaka;
b) beri kutipan atau tanda yang menunjukkan sumber ide Anda,
biasanya nama pengarang dan tahun terbitnya, misalnya (Widodo, 2001);
c) jika Anda telah memberi tanda kutipan, tulis ulang dengan cermat ide atau
tulisan tersebut sehingga ide utamanya tidak berubah.
V. Bentuk Pengemasan Materi Pembelajaran
A. Buku Teks Pelajaran
Buku teks
pelajaran meliputi buku teks utama dan buku teks pelengkap. Buku teks utama
berisi bahan-bahan pelajaran suatu bidang studi yang digunakan sebagai buku
pokok bagi siswa dan guru, sedangkan buku teks pelengkap adalah buku yang
sifatnya membantu atau merupakan tambahan bagi buku teks utama dan digunakan
oleh guru dan siswa. Dari sisi formal, buku teks pelajaran diterbitkan oleh
penerbit tertentu dan memiliki ISBN.
Buku teks pelajaran seharusnya mempunyai dua misi utama, yaitu Pertama,
optimalisasi pengembangan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Kedua,
pengetahuan tersebut harus menjadi target utama dari buku pelajaran yang
digunakan di sekolah. Teknik, metode, atau pendekatan yang dikembangkan oleh
penulis dan penerbit buku tidak terlepas dari keterkaitan dengan apa yang
sedang diprogramkan oleh Depertemen Pendidikan Nasional, yaitu bahwa buku
pelajaran harus mengacu pada kurikulum yang berlaku, berorientasi pada
keterampilan proses dengan menggunakan pendekatan kontekstual, teknologi dan
masyarakat, serta demonstrasi dan eksperimen. Selain itu, suatu buku
pelajaran harus dapat menggambarkan dengan jelas keterpaduan atau keterkaitan
dengan disiplin ilmu lainnya.
1. Standar Pengembangan Buku Teks Pelajaran
Setiap buku teks pelajaran diharapkan memenuhi standar-standar tertentu.
Standar yang dimaksud meliputi persyaratan, karakteristik, dan kompetensi
minimum yang harus terkandung di dalam suatu buku pelajaran. Standar penilaian
dirumuskan dengan melihat tiga aspek utama, yaitu materi, penyajian,
dan bahasa/keterbacaan.
a. Standar yang berkaitan dengan aspek materi yang harus ada dalam
setiap buku pelajaran adalah sebagai berikut.
1)
kelengkapan
materi;
2)
keakuratan
materi;
3)
kegiatan
yang mendukung materi;
4)
kemutakhiran
materi;
5)
upaya
meningkatkan kompetensi siswa;
6)
pengorganisasian
materi mengikuti sistematika keilmuan;
7)
materi
mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir;
8)
materi
merangsang siswa untuk melakukan inquiry;
9) penggunaan notasi, simbol, dan satuan.
b. Standar yang berkaitan dengan aspek penyajian yang
harus ada dalam setiap buku pelajaran
adalah sebagai berikut:
1) organisasi penyajian umum;
2) organisasi penyajian per bab;
3)
penyajian mempertimbangkan kebermaknaan dan
kebermanfaatan;
4)
melibatkan
siswa secara aktif;
5)
mengembangkan
proses pembentukan pengetahuan;
6)
tampilan
umum;
7)
variasi
dalam cara penyampaian informasi;
8)
meningkatkan
kualitas pembelajaran;
9)
anatomi
buku pelajaran;
10) memperhatikan kode
etik dan hak cipta;
11) memperhatikan
kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan;
c. Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa/keterbacaan yang
harus ada dalam setiap buku pelajaran adalah sebagai berikut:
1) bahasa Indonesia yang baik dan benar;
2) peristilahan;
3) kejelasan bahasa;
4) kesesuaian bahasa;
5) kemudahan untuk dibaca.
Analisis materi yang telah diuraikan di
atas masih perlu dirinci lagi dan digabungkan dengan kajian kemampuan untuk
dikemas sebagai buku teks pelajaran. Dari hasil kajian kemampuan yang terdapat
dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi yang telah dianalisis
dijabarkan dalam bentuk proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Sebagai kegiatan motivasi awal, disajikan wacana “manusia
perlu makan karena memerlukan energi untuk beraktivitas”, perahu dapat bergerak
karena didayung dan perahu layar dapat bergerak karena ada dorongan angin ke
layar. Setelah itu merumuskan permasalahan “ Masih adakah bentuk energi
yang lain? .
b. Untuk mencapai kemampuan menjelaskan hubungan bentuk
energi dan perubahannya, pertama diperkenalkan model konseptual
yang menginformasikan fenomena-fenomena alam yang dikenal siswa
misalnya gambar matahari sedang bersinar, lampu pijar, setrika, kipas angin,
terompet, terjun payung, lonceng, bel, telepon, kemudian siswa mengisi tabel
yang isinya menuliskan nama benda dan bentuk enrgi yang dihasilkan
(mengidentifikasi)
c. Langkah demi langkah siswa diarahkan hingga dapat
meyimpulkan bahwa energi dapat berubah bentuk menjadi bentuk energi lain.
d. Pada kegiatan aplikasi konsep disajikan prinsip perubahan
energi pada sel surya.
e. Tugas yang harus dilakukan siswa berikutnya adalah
membuat benda yang dapat menunjukkan perubahan energi listrik
menjadi energi gerak kemudian diubah lagi menjadi energi cahaya.
f. Pembelajaran diakhiri dengan melakukan evaluasi.
3. Pemilihan Buku Pelajaran
Buku pelajaran yang ada di lapangan, ditinjau dari jumlah, jenis, maupun
kualitasnya sangat bervariasi. Sementara itu, buku pelajaran pada umumnya
menjadi rujukan utama dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, jika mutu
buku tidak memenuhi standar mutu, terutama dalam kaitannya dengan konsep dan
aplikasi konsep (miskonsepsi, bahkan salah konsep), buku tersebut menjadi
sumber pembodohan, bukan sumber pencerdasan anak didik. Buku demikian sangat berbahaya
bagi dunia pendidikan.
Mengingat pentingnya peran pelajaran dalam peningkatan mutu pembelajaran
diperlukan pengawasan atas buku pelajaran yang akan diedarkan. Pemerintah
melalui Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan penilaian
atas buku pelajaran untuk jenjang sekolah dasar dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia, IPA, Pengetahuan Sosial, dan Matematika. demikian, buku-buku yang
akan diedarkan telah memenuhi standar mutu.
Untuk membantu
memudahkan sekolah atau masyarakat dalam memilih buku pelajaran yang baik,
terstandarisasi, dan sesuai dengan kebutuhan siswa serta kebutuhan pengembangan
pembelajaran, perlu pedoman Pemilihan Buku Pelajaran. Buku yang dipilih harus
buku yang memenuhi standar kualitas yang baik dan terjamin, baik dari segi
kebenaran dan kesesuaian konsep, aspek penyajian, aspek bahasa, dan grafika,
apalagi ada himbauan dari pemerintah bahwa buku pelajaran berlaku untuk lima
tahun.
Adapun kriteria
buku untuk sekolah yang dapat dijadikan standar di dalam pemilihan adalah:
a. Buku yang dipilih adalah buku yang sudah terstandarisasi (direkomendasi
oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas) dan juga telah direkomendasikan oleh Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing.
b.
Kesesuaian
latar sosial (tempat dan waktu) dengan wilayah masing-masing.
c.
Latar
sosial (tempat dan waktu), di samping sesuai, diperhatikan pula unsur nasional
dan global.
d.
Kesesuaian
konteks dalam penyajian buku pelajaran dengan keadaan dan kondisi sekolah.
e.
Kesesuaian
penyajian dalam buku pelajaran dengan tingkat pemahaman siswa pada umumnya di
sekolah tersebut.
f.
Mimiliki
kesesuaian dengan program pembelajaran yang akan dikembangkan oleh sekolah.
g.
Ada
jaminan bahwa buku tersebut tersedia, mudah didapat di pasaran lokal, dan
sesuai dengan kebutuhan sekolah.
B. Modul
1. Pengertian Modul
a. Suatu unit bahan yang dirancang secara
khusus sehingga dipelajarai oleh pelajar secara mandiri.
b. Merupakan program pembelajaran yang utuh, disusun secara
sistematis, mengacu pada tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur.
c. Memuat tujuan pembelajaran, bahan dan kegiatan untuk
mencapai tujuan serta evaluasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.
d. Biasanya digunakan sebagai bahan belajar mandiri .
2. Komponen Modul
a. Modul untuk siswa, berisi kegiatan belajar yang dilakukan
siswa.
b. Modul Untuk Guru, berisi petunjuk guru, tes akhir modul,
dan kunci jawaban tes akhir modul.
3. Karakteristik Modul
a. Dirancang untuk sistem pembelajaran mandiri.
b. Program pembelajaran yang utuh dan sistematis.
c. Mengandung tujuan, bahan/kegiatan dan evaluasi.
d. Disajikan secara komunikatif, dua arah.
e. Diupayakan agar dapat mengganti beberapa peran pengajar.
f. Cakupan bahasan terfokus dan terukur.
g. Mementingkan aktifitas belajar pemakai.
4. Struktur Modul
a. Pendahuluan
Pendahuluan setidaknya memuat lima elemen, yaitu
1) Tujuan
2) Pengenalan
terhadap topik yang akan dipelajari
3) Informasi
tentang pelajaran
4) Hasil
Belajar
5) Orientasi
b. Kegiatan Belajar
Struktur Kegiatan Belajar meliputi
Kegiatan Belajar I: Judul
1) Tujuan
2) Materi Pokok
3) Uraian materi, berisi penjelasan, contoh, ilustrasi,
aktivitas, tugas/latihan, rangkuman
4) Tes Mandiri 1
Kegiatan Belajar 2 : Judul, struktur seperti Kegiatan Belajar I.
Bentuk Aktivitas Belajar, antara lain:
1) Aktivitas Mental/Pikiran (aktivitas yang bersifat
memotivasi untuk berfikir)
2) Aktivitas Membaca/Menulis (aktivitas yang bersifat
memotivasi untuk mau membaca dan menjawab pertanyaan secara tertulis).
3) Aktivitas Melakukan Tindakan Lain (aktivitas yang
bersifat memotivasi untuk melakukan kegiatan, penelitian, praktikum, observasi,
demonstrasi, tugas pekerjaan rumah). Contoh aktivitas ini berupa tugas
melakukan pekerjaan dan praktikum.
c.
Penutup
1) Salam, Rangkuman, aplikasi, tindak lanjut, kaitan dengan
modul berikutnya
2) Daftar Kata Penting
3) Daftar Pustaka
4) Kunci Tes Mandiri
Modul yang baik baik ditentukan berdasarkan:
a) kecermatannya (accuracy);
b) ketepatannya (matching);
c) kecukupannya (sufficiency);
d) keterbacaannya (readability);
e) bahasanya (fluency);
f) illustrasinya (attractiveness);
g) perwajahannya (impression).
5. Bahasa dalam modul
1) Gunakan bahasa percakapan, bersahabat, komunikatif
2) Buat bahasa lisan dalam bentuk tulisan
3) Gunakan sapaan akrab yang menyentuh secara pribadi ( Kata
ganti )
4) Pilih kalimat sederhana, pendek, tidak beranak cucu
5) Hindari istilah yang sangat asing dan terlalu teknis
6) Hindari kalimat pasif dan negatif ganda
7) Gunakan pertanyaan retorik
8) Sesekali bisa digunakan kalimat santai, humor, ngetrend
9) Gunakan bantuan ilustrasi untuk informasi yang abstrak
10) Berikan ungkapan pujian, memotivasi
11) Ciptakan kesan modul sebagai bahan belajar yang hidup
6. Penyajian Materi dalam Modul
Materi disajikan secara naratif, deskriptif,
argumentatif, dan Illustratif. Beberapa kiat lain terkait penyajian materi ini
adalah sebagai berikut.
a. Gunakan Pertanyaan Retorik
b.
Hindari ancaman
c. Berbicara dengan pembaca
d. Gunakan kata ganti orang
e. Hindari Kalimat Negatif Ganda
f. Kalimat Aktif Lebih Dianjurkan
g. Lihatlah Perasaan Pembaca
C. Diktat
Diktat termasuk salah satu jenis cara pengemasan materi pembelajaran
seperti buku, namun tidak selengkap buku dan digunakan untuk kalangan sendiri
(secara formal, diktat tidak memiliki ISBN). Penyusunan diktat mengacu
juga pada pedoman pengembangan materi pembelajaran. Biasanya diktat digunakan
untuk kalangan sendiri sebagai pendukung buku teks pelajaran, dan dikarang oleh
guru yang bersangkutan. Oleh karena itu isi diktat seyogianya lebih bersifat
kontekstual. Sebelum menyusun diktat hendaknya dicermati keadaan potensi
sekolah, dan lingkungan materi yang disampaikan menjadi kontekstual.
D. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Pemilihan materi
pembelajaran seharusnya berpijak pada pemahaman bahwa materi pembelajaran
tersebut menyediakan aktivitas-aktivitas yang berpusat pada siswa (Collete dan
Chiappetta, 1994). Materi pembelajaran yang menyediakan aktivitas berpusat pada
siswa ini dapat dikemas dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS).
Selama ini sering
terdengar keluhan bahwa LKS hanya berisi latihan soal-soal, dan siswa diminta
mengerjakannya pada saat jam kosong atau untuk PR. Tentu saja LKS tidaklah
melulu berisi latihan soal. Berikut ini adalah alternatif-alternatif tujuan
pengemasan materi pembelajaran dalam bentuk LKS. Sebagai guru, Anda dapat
mewujudkan kreativitas Anda mengemas materi pembelajaran dalam bentuk LKS untuk
tujuan selain yang tertulis di bawah ini.
1. LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep
Sesuai dengan
prinsip konstruktivisme, seseorang akan belajar jika ia aktif mengkonstruksi
pengetahuan di dalam otaknya. Salah satu cara implementasi di kelas adalah
dengan cara mengemas materi pembelajaran dalam bentuk LKS yang memiliki ciri LKS
mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkrit, sederhana,
dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Berdasarkan pengematannya,
selanjutnya siswa diajak untuk mengkonstuksi pengetahuan yang didapatnya
tersebut.
LKS jenis ini ini
memuat apa yang (harus) dilakukan siswa, meliputi melakukan, mengamati, dan
menganalisis. Rumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa
kemudian mentalah siswa untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya, dan berilah
pertanyaan-pertanyaan analisis yang membantu siswa mengkaitkan fenomena
yang diamati dengan konsep yang akan dibangun siswa dalam benaknya.
Materi
pembelajaran dalam LKS di atas (diberi label LKS Kegiatan Penyelidikan)
adalah ciri-ciri makhluk hidup. Alih-alih diceramahkan, ternyata materi
pembelajaran ini dapat dikemas dalam suatu LKS dan siswa diharapkan menemukan
sendiri ciri-ciri makhluk hidup. Dalam penggunaannya tentu saja LKS ini
didampingi oleh sumber belajar lain, misalnya buku, untuk bahan verifikasi bagi
siswa, misalnya apakah masih ada lagi ciri-ciri makhluk hidup yang belum
teridentifikasi.
Materi pembelajaran dalam LKS di atas (diberi label LKS Lab Mini) matematika-lingkaran. LKS ini dapat pula didemonstrasikan dan siswa diminta mengamati, lalu melakukan analisis dan mengisikan jawabannya dalam LKS tersebut.
2. LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan
berbagai konsep yang telah ditemukan
Di dalam sebuah
pembelajaran, setelah siswa berhasil menemukan konsep, siswa selanjutnya
dilatih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Berikut ini adalah contoh LKS yang membantu siswa menerapkan
konsep pesawat sederhana dapat membantu memudahkan kerja dalam kehidupan
sehari-hari sekaligus melatihkan kemampuan merancang dan melaksanakan
percobaan.
3. LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar
LKS ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada
di dalam buku. Siswa akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika ia membaca buku,
sehingga fungsi utama LKS ini adalah membantu siswa menghafal dan memahami
materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku. LKS ini juga sesuai untuk
keperluan remidi.
4. LKS yang berfungsi sebagai penguatan
LKS ini diberikan
setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. Materi pembelajaran yang
dikemas di dalam LKS ini lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran
yang terdapat di dalam buku pelajaran. LKS ini juga cocok untuk pengayaan.
5. LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum
Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku tersendiri, Anda
dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan LKS. Tentang pembuatan
petunjuk praktikum dapat Anda dalam seksi selanjutnya.
E. Petunjuk Praktikum
Mengacu kepada Meril
Physical Science: Laboratory Manual (1995), isi petunjuk praktikum
diorganisasikan sebagai berikut.
1.
Pengantar
Berisi uraian singkat yang mengetengahkan bahan pelajaran
(berupa konsep-konsep IPA) yang dicakup dalam kegiatan/praktikum. Selanjutnya
tuliskan Informasi khusus yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan
melalui praktikum.
2.
Tujuan
Memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang
diungkapkan di pengantar atau berkaitan dengan unjuk kerja siswa (misalnya
dapat membuat grafik kecepatan terhadap waktu)
3.
Alat dan Bahan
Memuat alat dan bahan yang diperlukan. Saat merumuskan
alat dan bahan, yakinkan pada diri Anda bahwa peralatan tersebut dapat Anda
peroleh untuk kelas IPA Anda. Bila diperlukan, rancanglah kebutuhan alat dan
bahan sehingga untuk beberapa di antaranya dapat dipenuhi oleh siswa dengan
membawa dari rumah.
4.
Prosedur/Langkah Kegiatan
Merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan selangkah
demi selangkah. Bila Anda anggap perlu, tampilkan sketsa gambar untuk
mempermudah kerja siswa.
5.
Data Hasil Pengamatan
Meliputi tabel-tabel data atau grafik kosong yang dapat
diisi siswa untuk membantu siswa mengorganisasikan data. Selain itu berikan
tempat agar siswa dapat menuliskan semua hasil pengamatan dengan indera yang
sesuai.
6.
Analisis
Bagian ini membimbing siswa untuk melakukan
langkah-langkah analisis data sehingga kesimpulan dapat diperoleh. Bagian ini
dapat berupa pertanyaan atau isian yang jawabannya berupa perhitungan terhadap
data. Bisa juga pada bagian ini Anda meminta siswa untuk membuat grafik, untuk
melihat hubungan sebab-akibat antara dua hal seperti yang dirumuskan dalam
masalah.
7.
Kesimpulan
Berisi pertanyaan-pertanyaan yang didesain sedemikian
rupa hingga jawabannya berupa kesimpulan (menjawab permasalahan). Anda dapat
pula memasukkan pertanyaan yang mengaitkan hasil praktikum dengan konsep-konsep
IPA dan penerapannya.
8.
Langkah Selanjutnya
Merupakan kegiatan perluasan, proyek, atau telaah pustaka
yang membantu siswa belajar lebih lanjut tentang materi pembelajaran yang dia
pelajari melalui kegiatan praktikum ini serta penerapannya dalam bidang-bidang
lain.
F. Handout
Berdasarkan kamus, handout adalah sesuatu yang diberikan secara
gratis (http://en.wikipedia.org/wiki/Handout). Di dalam dunia pendidikan, handout merujuk pada
selembar (atau beberapa lembar) kertas yang berisi tugas atau tes yang
diberikan guru kepada siswa. Jadi, menurut pengertian ini bila guru membuat
ringkasan suatu topik, makalah suatu topik, LKS, petunjuk praktikum, tugas,
atau tes dan diberikan kepada siswa secara terpisah-pisah (tidak menjadi
suatu kumpulan LKS, misalnya), maka pengemasan materi pembelajaran tersebut
termasuk dalam kategori handout.
V. Pengertian Media Pembelajaran
Media Pengajaran
Suatu medium (jamak: media) adalah perantara/pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam kaitannya dengan
pengajaran-pembelajaran, media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga terjadi proses belajar.
Contoh-contohnya termasuk video, televisi, komputer, diagram, bahan-bahan
tercetak, dan guru. Itu semua dapat dipandang media jika medium itu membawa
pesan yang berisi tujuan pengajaran.
Dalam kaitannya
dengan model sistem pengembangan pengajaran, interaksi guru dan siswa
dengan menggunakan media dan sumber-sumber belajar siswa (yang pada hakekatnya
juga merupakan media)
Berbagai media yang digunakan untuk pengajaran dapat diklasifikasikan seperti berikut
ini:
Ø Media visual (media pandang), yang terdiri dari
¨
Media visual yang tidak diproyeksikan, misalnya
foto, diagram, peragaan, dan model.
¨
Media visual yang diproyeksikan, misalnya slide,
filmstrip, overhead transparansi, dan proyeksi komputer.
Ø Media audio, misalnya kaset dan compact disk
(CD).
Ø Media audio-visual, seperti video, VCD, DVD.
Ø Pengajaran bermedia-komputer, misalnya CAI (Computer
Assisted Instruction).
Ø Multimedia berbasis komputer.
Ø Jaringan komputer, seperti internet.
Ø Media seperti radio dan televisi untuk belajar jarak
jauh.
Komunikasi Pengajaran
Pengajaran dilakukan untuk memfasilitasi pembelajaran, melalui penataan
informasi dan lingkungan. Proses transmisi informasi dari suatu sumber ke suatu
tujuan disebut komunikasi. Karena pembelajaran biasanya bergantung pada
penyerapan informasi baru, pengajaran yang efektif tidak akan terlaksana
kecuali terjadi komunikasi. Oleh karena itu kita perlu mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan komunikasi sehingga media pengajaran dapat digunakan secara
efektif.
Banyak model visual dan matematis telah dikembangkan untuk menjelaskan proses
komunkasi. Model yang disederhanakan berguna untuk mengidentifikasi dan
menganalisis tahap-tahap penting komunikasi pengajaran. Model tersebut adalah
sebagai berikut: suatu pesan (misalnya ciri-ciri fisik gelombang transversal)
dipilih oleh sumber informasi (guru atau siswa). Pesan itu dikirim
melalui saluran atau medium (misalnya kata-kata yang diucapkan, gambar
gelombang di papan tulis, atau bahan tercetak). Pesan itu kemudian diterima
siswa atau guru, merangsang pikirannya, lalu ia melakukan interpretasi terhadap
pesan itu (Gambar 4-2).
Model di atas berlaku juga dalam situasi saat siswa sendiri yang memilih isi
pesan. Sebagai contoh, bila siswa pergi ke perpustakaan untuk memilih bahan yang
akan dipelajari, pesan itu ada di dalam bahan itu, selanjutnya diterima dan
diinterpretasikan siswa.
Hal penting dalam proses komunikasi, khususnya komunikasi pengajaran adalah
umpan balik, yakni respon penerima terhadap pesan yang dikirim. Setelah
menerima dan menginterpretasi pesan itu, penerima itu menjadi sumber dan
mengirimkan pesannya sendiri kembali ke sumber aslinya, yang menjadi penerima.
Kita umumnya berpikir umpan balik dalam kaitannya dengan evaluasi. Namun
tersedia berbagai metode lain bagi guru untuk mengetahui bagaimana siswa
menerima pelajaran. Pengamatan terhadap ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan
jawaban-jawaban diskusi, di samping pekerjaan rumah dan jawaban tes harian,
seluruhnya merupakan bentuk umpan balik. Guru seringkali cenderung menyalahkan
siswa apabila pengajarannya kurang berhasil. Padahal masalah sebenarnya mungkin
karena pengajarannya tidak dirancang dan/atau tidak disampaikan dengan baik.
Pada tahun 1964, Edgar Dale mengembangkan “kerucut pengalaman”. Kerucut
pengalaman itu dimulai dari pebelajar sebagai partisipan dalam pengalaman
sesungguhnya, menuju pebelajar sebagai pengamat atas suatu kejadian tak
langsung (melalui beberapa medium), dan akhirnya pebelajar itu mengamati
simbul-simbul yang mewakili kejadian itu (Nur, 2000). Dale menyatakan
bahwa pebelajar dapat mengambil manfaat dari kegiatan yang lebih abstrak,
asalkan mereka telah membangun sejumlah pengalaman lebih konkrit untuk memaknai
penyajian realitas yang lebih abstrak tersebut.
Pandangan CTL
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and
learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan isi
mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan
antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Blanchard, 2001). Pembelajaran
kontekstual bukanlah suatu konsep baru, karena tahun 1916 John Dewey telah
mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan
minat dan pengalaman siswa.
Menurut pandangan CTL, sebuah proses pembelajaran seharusnya
· Menekankan pada pemecahan masalah (berbasis inkuiri).
· Menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam
berbagai konteks seperti di rumah, masyarakat, dan pekerjaan.
· Mengarahkan siswa
agar dapat memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga
menjadi pebelajar mandiri.
· Mengkaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang
berbeda-beda.
· Mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan
belajar bersama.
· Menerapkan penilaian autentik (Blanchart, 2001).
Dapat dilihat
bahwa pandangan CTL di atas merupakan gabungan dari pandangan-pandangan
sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa CTL merupakan “praktek pengajaran
yang baik” (Nur, 2001).
Berdasarkan pandangan CTL, maka benda sebenarnya merupakan media
fundamental. Sedangkan untuk keperluan membantu memahami detil-detil, serta
untuk keperluan penyusunan bahan laporan siswa dalam pembelajaran kontekstual
serta untuk keperluan penilaian autentik, maka media visual yang lain (poster,
transparansi, papan tempel) banyak digunakan.
Media Visual
Diskusi kita selanjutnya kita fokuskan pada media visual (media pandang),
karena kepraktisan dalam pembuatan dan penggunaannya dalam CTL membuat media
ini banyak dipilih dan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Begitu banyak
materi pembelajaran yang seharusnya melibatkan rangsangan visual siswa:
benda-benda sebenarnya, foto, bagan, grafik, dan lain-lain. Sayangnya, banyak
guru yang terlalu banyak memanfaatkan kelebihan rangsangan visual ini hanya
untuk menampilkan gambar KATA-KATA!
Salah satu peran penting yang dimainkan media visual adalah menyediakan referent
konkrit dari suatu ide. Kata-kata tidak dapat dilihat, dan suara (biasanya) diterima
apa adanya. Namun, visual adalah pengalaman ikonik (lihat kembali kerucut
pengalaman Dale), sehingga siswa mudah mengkaitkan materi pelajaran dengan
ide-ide di otaknya.
Media visual juga memotivasi siswa dengan mengarahkan perhatiannya,
mempertahankan perhatian, adan menciptakan respon emosional. Selain itu Media
visual dapat menyederhanakan informasi yang sulit dipahami.
Media Visual yang Tidak Diproyeksikan
Media ini dapat langsung dipandang tanpa bantuan proyektor atau layar. Beberapa
keunggulannya antara lain: mampu menjadikan konsep abstrak menjadi lebih
konkrit, mudah diperoleh (dari buku, majalah, surat kabar, kalender, dan
sebagainya), pembuatan dan penggunaannya mudah, dan relatif murah. Beberapa keterbatasannya
antara lain: karena merupakan gambar 2 dimensi maka diperlukan sederetan
gambar dari sisi yang berbeda untuk menampilkan dimensi ketiga, diperlukan
gambar yang sederhana, baik, dan jelas agar siswa tidak salah
menginterpretasikannya. Selain itu media ini tidak dapat menunjukkan proses
gerakan (untuk memperlihatkannya diperlukan sederet gambar).
Yang termasuk dalam kategori media visual yang tidak diproyeksikan ini adalah:
¨ Benda sebenarnya. Media ini seharusnya menjadi bagian utama dalam pembelajaran kontekstual.
Anda dapat mendalami penggunaan media ini dalam contoh Rencana Pelajaran (RP)
pada Perangkat Pembelajaran Kontekstual untuk Siswa SLTP.
¨ Model, yakni tiruan tiga
dimensi dari benda sebenarnya. Ukuran model mungin lebih besar, sama, atau
lebih kecil dari benda sebenarnya. Model dapat diwujudkan dengan detil lengkap
atau justru penyederhanaan benda sebenarnya.
¨ Gambar diam, misalnya hasil
lukisan, potret, atau cetakan
¨ Ilustrasi, yakni gambar
yang menyertai teks agar lebih jelas
¨ Karikatur, yakni gambar
yang disederhanakan dan biasanya berisi sindiran atau ironi
¨ Sketsa, yakni gambar
sederhana atau draf kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa detil
Poster, yakni kombinasi unsur-unsur visual seperti garis, gambar, dan kata-kata
(angka-angka) untuk mengkomunikasikan pesan secara singkat.
¨ Bagan/diagram, yakni gambaran
dari sesuatu yang dilukiskan dengan garis, gambar, dan kata-kata yang
menunjukkan adanya hubungan, perbandingan, atau perkembangan. Bagan dapat
berupa skema (organisasi), klasifikasi, pengaruh waktu, tabel, dan bagan alir
alir.
¨ Grafik, yakni gambaran
data statistik yang saling berhubungan dan ditunjukkan dengan lambang-lambang visual.
Terdapat berbagai macam grafik, antara lain grafik garis, batang, lingkaran.
¨ Peta, adalah gambar
yang menjelaskan permukaan Bumi atau bagian-bagiannya dengan ukuran dan posisi
relatif menurut skalanya.
¨ Papan beserta tulisan,
gambar, atau benda yang ditempelkan.
Media Visual Yang Diproyeksikan
Media jenis ini baru dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, apabila
telah diproyeksikan pada layar melalui proyektor. Beberapa jenis media ini yang
dapat digunakan dalam pengajaran antara lain Overhead Transparency (OHT),
proyektor film bingkai (Slide Projector), proyektor film rangkai (Filmstrip),
proyektor Liquid Crystal Display (LCD), dan Opaque Projector.
Media jenis ini memerlukan perangkat lunak (gambar, bagan, tulisan,
dan-lain-lain) dan perangkat keras, yaitu proyektor, transparansi, film, atau
komputer. Kita fokuskan diskusi kita pada media transparansi, karena media
inilah yang lazim ada di sekolah pada saat ini.
Media Transparansi
Media transparansi (Overhead Transparency, OHT) seringkali disebut
dengan nama perangkat kerasnya, yaitu OHP (Overhead Projector). Media
transparansi merupakan media yang diproyeksikan dan dibuat dari bahan
transparan, biasanya film asetat atau plastik berukuran 8,5 inci x 11
inci. Yang diproyeksikan dengan OHT adalah foto, gambar, atau tulisan
yang terdapat dalam transparan. Selain itu benda-benda yang tembus pandang,
misalnya gelas ukur untuk menunjukkan reaksi kimia dapat ditampilkan. Hasil
proyeksi dapat dilihat pada layar dengan ketinggian minimal 1 m dari lantai.
Beberapa keunggulan media ini antara lain: materi pelajaran dapat disiapkan
sebelumnya, dapat dipakai sebagai pengganti papan tulis, cahayanya cukup terang
sehingga tidak perlu menggelapkan ruangan, interaksi dengan siswa cukup baik
karena tidak perlu melihat ke layar, dan dapat digunakan untuk kelas besar.
Beberapa keterbatasan media ini antara lain: bahan tercetak dari buku,
majalah, kalender, dan lain-lain tidak dapat langsung diproyeksikan,
efektivitas media ini bergantung pada guru (bukan untuk belajar mandiri siswa),
kekurangmampuan menuangkan materi akan menjadikan media ini sekedar ringkasan
buku. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan mempersiapkan hal-hal yang
dicantumkan dalam transparan, yang sebaiknya sederhana, jelas, serasi dalam
komposisi bentuk dan warna, serta memberikan penekanan pada bagian-bagian
penting, sehingga menarik perhatian siswa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam teknik penggunaan OHP antara lain:
posisi proyektor dan layar harus sesuai dengan pengaturan kelas, guru harus
tetap menghadap kelas dan tidak perlu melihat ke layar (cukup melihat dan
menunjuk transparan yang ada di proyektor bila menunjuk sesuatu), lampu OHP
dimatikan apabila menjelaskan dalam waktu yag relatif lama tanpa memerlukan
materi yang diproyeksikan (agar menghemat lampu).
Pembuatan Media
Prinsip-prinsip pembuatan media visual dasar atau media grafis (semua bahan
ilustratif yang digunakan untuk menyampaikan pesan) yang digunakan baik untuk
untuk media visual yang tidak diproyeksikan maupun diproyeksikan yaitu kesederhanaan,
kesatuan, penekanan, dan keseimbangan serta dilengkapi dengan garis,
bentuk, warna, tekstur, dan ruang.
Kesederhanaan
Isi media
sebaiknya ringkas, sederhana, dan dibatasi pada hal-hal yang penting saja.
Konsep tergambar dengan jelas, tulisan jelas, sederhana, dan mudah dibaca.
Kesatuan
Maksud kesatuan di
sini adalah adanya hubungan antara unsur-unsur visual dalam kesatuan fungsional
secara keseluruhan. Kesatuan ini dapat dinyatakan dengan unsur-unsur yang
saling menunjang. Kesatuan dapat pula ditunjukkan dengan alur-alur tertentu,
seperti garis, anak panah, bentuk, warna, dan sebagainya.
Penekanan
Penekanan pada bagian-bagian tertentu diperlukan untuk memusatkan perhatian.
Penekanan dapat ditunjukkan melalui penggunaan ukuran tertentu, warna tertentu,
dan sebagainya.
Keseimbangan
Ada dua macam keseimbangan, yakni keseimbangan formal (ditunjukkan dengan
pembagian secara simetris) dan keseimbangan informal (ditunjukkan dengan
pembagian asimetris).
Penerapan
prinsip-prinsip di atas dapat lebih berhasil jika ditunjang dengan unsur-unsur
visual seperti: garis, bentuk, tekstur, ruang, dan warna.
· Garis dalam media visual dapat menghubungkan unsur-unsur bersama dan akan
membimbing siswa untuk mempelajari media dalam urutan tertentu.
· Bentuk yang tidak biasa dapat menimbulkan suatu perhatian khusus pada sesuatu
yang divisualkan.
· Ruang terbuka diiringi dengan unsur-unsur visual dan kata-kata akan mencegah rasa
berjejal dalam suatu media.
· Tekstur, memberi sentuhan rasa tertentu, dapat dipakai sebagai pengganti warna,
memberi penekanan, pemisahan, atau untuk meningkatkan kesatuan.
· Warna merupakan unsur
tambahan yang sangat penting dalam media visual, dapat memberikan penekanan,
pemisahan, atau kesatuan. Akan tetapi pemilihan warna harus digunakan dengan
hati-hati untuk memberikan pengaruh terbaik. Penggunaan terlalu banyak warna
akan mengganggu pandangan dan dapat menimbulkan salah persepsi pada pesan yang
dibawakan.
Pembuatan Transparansi
Pembuatan media transparansi pada dasarnya tidak berbeda dengan pembuatan
media grafis yang memperhatikan prinsip kesederhanaan, kesatuan, penekanan, dan
lima unsur tambahan seperti garis, bentuk, ruang, tekstur, dan warna.
Bahan yang diperlukan adalah transparansi, spidol permanen, kapas, alkohol,
penggaris, dan bingkai. Cara pembuatannya dapat menggambar atau menuliskan
secara langsung, print out (printer laser), atau dengan foto
kopi. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan transparansi:
· Sebuah transparansi hanya untuk satu pokok pikiran. Jika ada beberapa pokok
pikiran, kembangkan menjadi beberapa transparansi.
· Jangan langsung memindahkan isi buku ke dalam transparansi, tetapi ubahlah
menjadi bagan, diagram, atau gambar dengan sedikit tulisan.
· Tulisan jangan terlalu kecil.
· Daerah yang aman untuk tulisan adalah 23 cm x 23 cm.
· Anda dapat menggunakan plastik taplak meja (yang
dipotong-potong) menjadi transparansi dengan harga yang relatif murah. Untuk
transparansi hasil mengkopi atau mencetak, memerlukan transparansi yang
berkualitas baik, dikenal dengan istilah transparancy maker.
Cara membuat transparansi langsung (tulisan tangan)
· Siapkan transparansi
· Buat lay-out pada sehelai kertas
· Pindahkan ke transparansi
· Gunakan spidol transparansi
· Jika ada kesalahan tulis, hapus dengan alkohol
· Beri bingkai (tepi ± 2 cm). Pada bingkai dapat ditulis pokok bahasan (konsep)
serta sub pokok bahasan yang dibuat transparansinya. Dapat pula dituliskan
beberapa catatan penting tentang isi transparansi.
Teknik Tumpang
Tindih (Overlays)
Teknik tumpang tindih merupakan cara pembuatan transparansi yang efektif. Pesan
yang akan disampaikan dapat diuraikan menjadi beberapa unsur atau bagian yang
logis, kemudian disiapkan transparansinya secara terpisah untuk masing-masing
bagian. Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut.
· Buat sketsa keseluruhan materi yang akan disampaikan.
· Uraikan materi itu menjadi bagian-bagian yang logis.
· Tentukan unsur-unsur yang akan dijadikan dasar, kemudian
unsur-unsur yang mengikutinya (yang terletak di atasnya)
· Penempelan unsur yang mengikuti itu dapat pada bingkai
atas, bawah, maupun samping.
Daftar Pustaka
Arend, Ricards I. 1997. Classroom Instruction and
Management. New York: Mc Graw Hill Pub. Co.
Berg, Euwe van den. 1991. Miskonsepsi Fisika dan
Remidiasi. Salatiga: UKSW.
Blanchard,
Allan. Contextual Teaching and Learning. B.E.S.T. 2001.
Collete, Alfred T. dan Chiappetta, Eugene L. 1994. Science
Instruction in The Middle and Secondary Schools. New York: MacMillan
Pub.Co.
Direktorat PLP
Dirjen Dikdasmen Depdiknas. 2004. Pedoman Penunjang Kurikulum 2004: Pedoman
Memilih dan Menyusun Bahan Ajar.
Heinich, R., Molenda, M., Russell, J.D., dan Smaldino, S.
1999. Instruction Media and Tchnologies for Learning. New Jersey:
Merrill, Prentice Hall.
http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Hak_cipta. Diakses tanggal 12 November 2006.
Lundgern, Linda. 1994. Cooperative Learning in The
Science Classroom. New York: Mc Graw Hill Pub. Co.
Merril Physical
Science. 1995. Teacher Resource Guide. New York: Glencoe
MacMillan/McGraw Hill.
Merril Physical
Science. 1995. Laboratory Manual (Teacher Anotaion Edition). New York:
Glencoe MacMillan/McGraw Hill.
Nur, Mohamad. 2000. Media Pengajaran dan Teknologi
Untuk Pembelajaran. Makalah tidak diterbitkan.
Nur, Mohamad. 2001. Pengajaran dan Pembelajaran
Kontekstual. Makalah tidak diterbitkan.
Podjiastuti, Sri. 2000. Media Pembelajaran. Surabaya:
Unipress.
Suber, Peter. 2002. Avoid Plagiarism. http://www.earlham.edu/~peters /courses/plag.htm. Diakses tanggal 12 November 2006.
0 komentar:
Posting Komentar